Beberapa bulan lalu, saya hamil anak ketiga. Seperti biasa, pulang dan pergi tempat kerja saya menggunakan jasa kereta api. Saya termasuk kelompok pekerja yang 'ngelaju'...
Kereta api adalah pilihan terbaik transportasi menuju tempat kerja, selain karena irit uang (badingkan kalo kita menggunakan mobil sendiri? berapa dana yang harus dikeluarkan untuk bensin??) juga yang terpenting karena kita bisa irit waktu..(yah meskipun terkadang kereta juga suka trouble', tapi lumayanlah...).
Kereta pakuan memiliki bangku pojok yang dikhususkan untuk penumpang tertentu, yaitu lansia, ibu hamil, cacat dan ibu membawa balita. Tentu saja bangku itu-sesuai peruntukannya- harusnya disediakan untuk keempat kategori tersebut. Saya yakin, di negara asal kereta ini (kereta pakuan merupakan kereta hibah dari JEpang) para penumpang yang tidak termasuk keempat kategori tidak akan berani duduk di bangku tersebut!. Namun bagaimanakah di negara Indonesia tercinta ini?? terus terang saya sedih, kecewa, kesal dan marah apabila ada orang yang tidak peduli dengan 'pengkhususan bangku itu' ! padahal jelas-jelas ada tulisan 'COURTESY SEAT' dan gambar keempat kategori penumpang yang lumayan besar di kaca jendela belakang dan samping bangku tersebut.
Puncak kekesalah saya terjadi pada saat hamil beberapa bulan lalu. Saat itu saya sedang hamil 8 bulan. Ketika saya masuk kedalam kereta, semua bangku sudah penuh. Kemudian saya menuju bangku khusus tersebut. Disana telah terisi oleh satu orang bapak (bukan lansia), dan empat orang perempuan muda dan tidak hamil (tiga orang berjilbab). Saya berdiri di depan mereka dan meminta maaf dengan sopan bahwa kursi ini hak saya sebagai perempuan hamil. Tapi apa respon mereka? si bapak yang tadinya melek, mendadak tidur; perempuan disampingnya malah melengos pura-pura tidak mendengar; sementara yang dua lagi malah meminta saya agar duduk di bangku seberang mereka (bangku seberang diisi oleh empat orang laki-laki, namun bangku ini bukan bangku 'khusus'). Kemudian saya menolak dan mengatakan bahwa saya tidak mungkin meminta laki-laki dibangku itu bangun, mengingat bangku itu bukan bangku 'khusus'! Mendengar jawaban saya, kedua perempuan itu terdiam-namun tetap tidak memberikan bangkunya pada saya. Akhirnya salah satu perempuan yang duduk 'nyelip' di tengah kursi menawarkan kursinya pada saya. Saya pun akhirnya duduk 'nyelip' di bangku yang sebenarnya di 'khususkan' untuk saya sebagai wanita hamil. Tentu saja sepanjang jalan saya merasa tak nyaman duduk dalam posisi seperti itu. Punggung saya yang harusnya bersandar terasa pegal dan sakit, karena harus duduk tegak dan menahan perut membuncit. O'ya sebagai informasi, kapasitas bangku di pojok hanya untuk 4 orang, maka sebenarnya saya tidak layak nyelip disitu karena bangku yang tadinya untuk 4 orang menjadi 5 orang (malah 6 ya? karena dalam perut saya juga ada manusia??). Kondisi seperti itu berlangsung sampai kereta memasuki stasiun Depok..(saya naik dari Stasiun Juanda). Saya baru merasa lega dan bisa bersandar setelah perempuan disamping saya bangkit untuk turun. Alhamdulilah..akhirnya penderitaan berakhir..
Temans.....apa yang bisa kita petik dari cerita saya? apakah sudah sedemikian buruknya jiwa sosial masyarakat? sudah tidak peduli dengan kondisi orang? tidak peduli dengan peringatan di bangku itu bahwa itu bangku KHUSUS??? kemana pula empati para perempuan tadi?? tidakkah mereka berpikir bagaimana seandainya kelak saat mereka hamil dan mereka mengalami kejadian seperti saya?? Terus terang, saya tidak suka pada laki-laki yang tidak empati pada ibu hamil! tapi saya lebih tidak suka pada perempuan yang tidak empati pada penderitaan kaumnya yang sedang hamil!!
Sepanjang perjalanan tersebut, saya hanya bisa berbisik pada calon bayiku, sambil mengusap perut: "Anakku..semoga peristiwa ini menjadikanmu anak yang tabah dan sabar..dan semoga kelak Allah SWT menjadikanmu seorang wanita cantik yang berhati mulia ..Amiin".
merinding (meski bukan di pekuburan) dan mengerikan (meski bukan di pucuk menara), menyaksikan fenomena yang kamu ceritakan.
ReplyDeleteada penghayatan yang mungkin tak terfikirkan oleh sebagian kalangan.
sedemikian kosmopolitan warga kota saat ini,
sampai-sampai solidaritas pun tergerus karenanya.
tak hanya di kota besar Pop, di desaku sekarang ini keadaan pun relatif hampir sama.
apapun, itu telah menjadi ekses perkembangan budaya yang mengalir.
tak terjangkau bagi kita untuk mengendalikan.
yang terpenting, ini refleksi buatku.
aku sangat tidak terima temanku diperlakukan sedemikian itu. aku juga bayangkan kalo itu menimpa saudaraku, istriku, anakku, atau ibuku.
artinya, aku, kalopun menjadi bagian dari mereka itu, adalah hakmu sebagai temanku untuk mengingatkanku.