Friday, January 24, 2014

Dan Waktu berlalu..



Andai aku bisa..
Memutar kembali..
Waktu yang telah berjalan..
tuk kembali bersama, di dirimu selamanya....


Lirik lagu itu pantas kunyanyikan tadi malam. 
Rasa sedih dan kehilangan itu masih terasa sampai sekarang. Entah kenapa, semalam mendadak jadi melankolis. 
Sepulang kerja jam 19.30-an, seperti biasa langsung kubereskan rumah, sebelum mandi, makan, dan meninabobokan si kecil Jasmine.
Sibuk beres2 rumah sampai lupa kalo jam sudah menunjukan angka 22.00.
Kemanakah Yassin-Yasser, dua bocah lelakiku? biasanya mereka sedang bermain di kamarku menggoda si kecil jasmine. Atau biasanya mereka sedang nonton TV, Spongebob- film kartun kegemaran Yasser,  yang paling kubenci karena selalu tayang pas jam anak berangkat sekolah pagi dan pas jam anak belajar malam.
O'iya..aku lupa, sudah seminggu ini mereka memutuskan untuk tidur di kamarnya di lantai atas. Kebetulan di kamar atas ada TV juga. Tentunya mereka sedang menonton disana.
Ide pindah tidur di kamar atas berawal dari Yassin, anak tertuaku. Mungkin karena sekarang dia masuk usia remaja, jadi pengen ada privacy. Akibatnya, Yasser - adiknya, ikut2an tidur di atas juga. 
Pertama kali mereka tidur dikamarnya, saya dan suami senang. Karena kamar mereka yang sudah lama kosong, akhirnya ditempati juga. Terutama suamiku yang paling senang. Dari dulu susah sekali menyuruh anak-anak menempati kamar yang memang disediakan untuk mereka. Apalagi kamar itu baru saja selesai direnovasi suamiku biar mereka nyaman. 
Namun semalam, rasa senang karena mereka pindah kamar, mendadak lenyap. Yang muncul malah sedih dan rasa kehilangan. 
Saya mendadak kangen anak2 yang suka seenaknya mendahului kami tidur di ranjang saya. Hingga terkadang suami jadi pilih berbaring di kursi tamu, karena ga kebagian kavling.
Saya rindu Yasser yang setiap mau tidur selalu minta saya menggaruk punggungnya. Dan seringkali saya selalu menolak atau meminta dia menunggu karena saya sibuk beres2 atau ngurus Jasmine. Begitu saya beres dan siap2 menggaruk punggungnya, anaknya malah sudah keburu tidur lelap.
Saya juga rindu anak2 mengacak2 tempat tidur kami dengan boneka2 Jasmine dan bantal2. Kamar kami menjadi seperti kapal pecah, yang seringkali membuat saya senewen dan marah2 pada mereka.
Semalam saya rindu itu semua, saya menangis. Saya ingin itu kembali. Yasser yang melihat saya menangis hanya termenung. Saya ga bilang padanya bagaimana perasaan saya. Dia cuma duduk di samping saya dan bersender di bahu saya. Pasti dikepalanya ada seribu pertanyaan tentang saya. Dia bingung harus bagaimana. Dari ekspresi mukanya, jelas dia mengkhawatirkan saya.

Suami yang baru pulang kerja, kaget melihat wajah saya. Tentu dibenaknya 'pasti telah terjadi peristiwa tragis dialami istri saya'. Namun rasa khawatirnya itu berubah jadi heran, setelah saya ceritakan kenapa saya menangis. Sambil geleng-geleng kepala dia bilang begini: "mama..mama, anak2 baru pindah tidur ke lantai atas aja sudah nangis2. Apalagi kalo nanti ditinggal mereka kuliah ke luar kota!"
Saya cuma diam sambil terus berderai-derai. Dalam hati saya menyahut, 'itu lain cerita. Kalo mereka nanti pindah karena kuliah, mereka sudah besar. Saya tentunya lebih lapang dada. Tapi kalo sekarang, mereka pindah tidur saat mereka masih kecil. Saya belum siap ditinggalkan, meski di rumah yang sama. Sepertinya saya baru saja menyia-nyiakan kesempatan untuk bersama mereka saat mereka membutuhkan. Dan sekarang mereka mendadak seperti tidak membutuhkannya lagi. Masa kecil itu tidak akan pernah terulang lagi. Sekali kau lewati, dia tidak akan pernah kembali.
Dan malam itu, sepertinya saya baru menyadari...mereka sudah besar dan mulai memiliki dunianya sendiri. Dunia yang mulai tidak perlu banyak campur tangan ibu. 
Hm...mungkin seperti ini juga yang dirasakan ibuku dulu, saat anak-anaknya satu demi satu meninggalkannya dan memiliki dunianya masing2 dalam sebuah keluarga baru. Pantas saja, ibuku suka tiada henti menelpon anak2nya, meski cuma sekedar bertanya kabar. 
Bagi kami anaknya, telpon itu sepele. Padahal bagi ibu, itu rindu.
Sekarang rasa itu ada padaku. Meski rasanya terlalu cepat.

My Kids are my heart and soul
They will always be my babies, even when they grow old...



16 comments:

  1. pascal & alvin suda tidur terpisah mbak, kadang kangen juga. Tapi sesekali kalau weekend mereka tidur dikamarku

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekarang saya udah mulai terbiasa juga mbak. Tapi sebelum mereka tidur , tetep kutemani dulu..hehe

      Delete
    2. kalo saya sih, yang penting ibunya tetep sama saya, semuanya beres, heee

      Delete
  2. ass jeng pa kabarnya ...terharu juga bacanya..walau sering blg ke anak2 kalian mau pergi sekolah kemanapun Ibu gak masalah, tetap sedih pastinya pisahan ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasti mbak. Apalgi kalo kita sedemikian deket dgn mereka.

      Delete
    2. jadi paham kenapa kamu ngebet punya anak lagi kemaren, pop

      Delete
  3. aduuh..., mbak Poppy ..kok ternyata curhat kita lagi sama nih..
    aku lebay karena sulung udah nggak nanya2 pelajarannya ke aku

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha..kok bisa sehati ya mbak?? sama2 lebay kita ya?

      Delete
    2. kalo sya bukan lebay, tapi lebah

      Delete
  4. apalagi tentang anak-anak yang harus jauh dari kita di suatu ketika, bahkan tentang seorang teman yang pindah kerja misalnya, kita juga kehilangan sekali loh Pop... padahal mungkin saja si teman itu dengan riang gembira sekali meninggalkan kita. #balada, huhh!

    ReplyDelete
  5. Long time gak kemari nih..
    Duh gak kebayang nanti saat gede anak harus kuliah jauh misalnya, dan saya sendirian.... -___-

    ReplyDelete
    Replies
    1. kembali cuma berdua saja sama suami. seperti sedia kala ya mbak

      Delete
  6. ke khawatiran ibu terkadang tidak di sadari oleh kita sebagai anak-anaknya..
    ibu itu sosok perempuan yg is the best, mereka rela mengorbnkan waktunya hanya demi menanyakan kabar anak wlw pun kadang kita mlh risih jika harus di telfon setiap saat. itu lah IBU

    ReplyDelete

Orang Yang Baik Adalah Yang Mau Menerima Kritik Dari Manapun, Sekalipun Kritik itu Buruk.