Monday, April 28, 2014

Pendidikan Agama Sejak Dini


Pagi yang cerah. Saat naik angkutan umum tadi, kulalui sebuah sekolah swasta katolik terkenal di kota ini. Seperti biasa, laju kendaraan slalu macet melalui sekolah itu, karena banyaknya mobil jemputan anak yang parkir. Saat macet begitu, saya lihat di pinggir jalan seorang ibu cantik berjilbab menggendong putrinya yang lucu bersiap mau menyeberang. Sebetulnya itu pemandangan biasa, tapi bagi saya menjadi tidak biasa saat kulihat anak itu menggunakan seragam TK khas sekolah swasta tersebut. Saya memandang ibu itu dengan heran. 

Saya jadi ingat diskusi dengan rekan kantor saya dulu. Rupanya ibu itu adalah salah satu contoh yang dimaksud rekan saya dengan istilah 'orang tua yang mengorbankan anaknya'. Saat kami mendiskusikan sekolah terbaik untuk anak2, rekan saya bilang 'meski saya banyak duit, saya gak akan sudi menyekolahkan anak ke sekolah swasta kristen meski sekolahan itu bagus. Lebih baik saya sekolahkan anak saya di sekolah umum yang jelek saja'. Saya bilang..wah, pendidikan itu penting loh, kalo anak kita sekolah di swasta kristen, kan kita bisa menyiasatinya dengan memberikan pendidikan agama di rumah. 
Tapi sekarang, begitu saya melihat ibu dan anak itu, rasanya saya mendadak sepakat dengan rekan saya. Kenapa ya, si ibu itu mau menyekolahkan putri cantiknya di sekolah itu? memang tidak ada sekolah swasta muslim yang bagus? Saya mencoba positif thinking, ah mungkin wanita itu pengasuhnya (meski ga yakin kalo melihat dari penampilan dan wajahnya yang mirip dengan si anak), oh..mungkin ibu itu menikah dengan suami yang non muslim, maka si ayah yang memilih sekolah sang anak'. Demikian terus, saya berusaha berpikiran positif . Tapi tak berhasil.

Kenapa saya mendadak jadi ibu-ibu rewel seperti ini? Karena saya sudah punya anak, dan belajar dari putri kecil saya -Jasmine- yang saat ini suka copy cat segala hal yang dia lihat, dia dengar dan dia rasakan, maka pendidikan agama itu memang harus dari usia dini. Menyekolahkan anak kita yang berusia dini ke sekolah non muslim sama saja menyuruh dia untuk mempelajari keyakinan di luar islam.
Ketidaksetujuan saya terhadap anak muslim bersekolah di sekolah non muslim juga berlaku sebaliknya. Saya punya adik ipar yang memiliki tempat penitipan balita muslim di sebuah perumahan baru. Di perumahan tersebut cuma itu satu-satunya tempat penitipan. Perumahan itu banyak berisi pasangan muda  yang memiliki balita, maka tak heran jika tempat penitipan ipar saya laris manis. Beberapa kali ipar saya menolak sepasang suami istri yang berniat menitipkan anaknya kesitu. Karena apa? karena suami istri itu non muslim. Maaf bukan rasis. Tapi dasar penolakan ipar saya sungguh masuk akal. 
Ipar saya menjelaskan dengan sopan pada mereka begini 'Maaf Pak/Bu, apakah Ibu dan Bapak yakin mau menitipkan anaknya disini? ini tempat penitipan muslim. Kami mendidik anak2 itu secara muslim. Mereka kami ajari berdoa, sholat, mengaji dsb. Apakah Bapak dan Ibu mau, anak Bapak/Ibu kami didik dengan cara yang tidak sesuai dengan keyakinannya? Menurut kami, lebih tepat bila anak Bapak/Ibu dititipkan di tempat penitipan umum atau khusus yang non muslim. Silahkan pikirkan kembali baik2'
Sungguh tepat sekali jawaban ipar saya. Tak seharusnya kita sebagai pengelola menerima begitu saja anak dari agama lain. Kalaupun anak yang berbeda agama itu kita terima, apakah nanti tidak akan membingungkan anak itu? saat temen2nya yang  muslim diajari sholat, berdoa, mengaji, sementara dia hanya diam dan memperhatikan teman2nya dengan heran dan seribu pertanyaan pastinya. 

Jangan pernah main-main dengan pendidikan agama sejak dini. Pendidikan itu yang kelak akan membentuk dia menjadi muslim yang baik, muslim rata-rata, atau muslim KTP. Memang sih saat ini banyak kasus seseorang yang berpredikat 'kyai' atau 'ustadz' tapi berprilaku bak penjahat kelas kakap. But that is personal. Tidak ada yang salah dengan agamanya. Agama selalu mengajarkan yang benar. Prilaku seseorang juga dipengaruhi lingkungan. Apakah jika seorang ustad berbuat kejelekan, maka islam itu jelek? atau jika seorang pendeta berbuat kejahatan, maka kristen itu jahat? Tidak perlu menggunakan majas sinekdoke totum pro parte untuk urusan agama.