Mendengar kata 'hukuman massa', maka yang terbersit dalam pikiran adalah ditonjok, dipentung, digebuk pake kayu, atau ditendang sepatu boot. Semua itu sampe babak belur ga berbentuk, dan ini yang paling ekstrem : dibakar! hii..
Kenapa sekarang masyarakat begitu membabi buta dalam menghakimi seseorang meski saat itu belum jelas apakah orang tersebut benar2 salah atau tidak? sepertinya masyarakat kita sudah dalam taraf 'emotional warning'! rasa kesal, sebal, marah terhadap sesuatu/peristiwa (biasanya kesal terhadap sistem) yang terakumulasi sekian lama, dapat dilampiaskan seketika (tanpa rencana) manakala ada pemicu yang mendadak muncul di depan mata. Misalnya: kesal karena kereta mogok terus, pelayanan primitif dan tarif mahal, maka saat di stasiun ada kondektur atau petugas KAI yang bertingkah dan memancing kemarahan seorang penumpang..serentak penumpang lain yang ada di gerbong kereta atau di stasiun menyoraki, meneriaki, dan memaki-maki si kondektur/petugas tadi! ...huuuhhhh.....bakar! bakar!... (saya ga ikutan loh!! :D )
Kejadian pagi ini yang saya alami juga merupakan bentuk hukuman massa tahap ringan. Pagi tadi saya beli bubur ayam depan kantor. Tiba-tiba seorang pengendara motor bertengkar mulut dengan seorang pejalan kaki (sepertinya ini cleaning service /CS di kantor kami). Ga tau kenapa dan sepertinya semua orang disitu pun ga 'ngeh' gimana awalnya (maklum saat itu jalanan lagi traffic! berisik pula). Yang jelas kami baru memperhatikan karena si pengendara motor nampak emosional dan bentak2 tuh CS, sementara si CS cuma berkata pelan dan agak takut-takut kucing!. Dan ini yang terjadi: melihat si CS nampak ketakutan di bentak-bentak si pengendara motor, orang-orang disitu (kebanyakan tukang dagang, tukang ojek mangkal dan orang2 yang lagi bengong nunggu angkot) langsung menyoraki si pengendara motor. Bahkan salah seorang pedagang nyaris mendekati si pengendara motor sambil mengusir. Demi mendengar teriakan/sorakan massa sekitar, si pengendara pun langsung ngacir pergi. O'ya..selintas tadi saya sempat mendengar salah seorang (entah pedagang atau tukang ojek) teriak : gebug aja gebug! untungnya ga ada yang tergerak untuk main gebug! (padahal saya siap2 mo ikutan! :O ). Dan jujur saja, saat itu karena melihat tingkah si pengendara yang memaki-maki si CS, saya agak kesulut juga untuk ikut menyoraki! Bagusnya karena ngerasa ga tau jelas duduk perkaranya, saya urungkan niat busuk itu. Sapa tau emang tuh CS yang salah (mungkin dia jalan meleng jadi ngalangin si pengendara motor, jadi hampir ketabrak motor).
Berusaha untuk tidak serta merta menghakimi seseorang, juga didasarkan atas pengalaman pribadi. Suami saya pernah berurusan dengan pengendara motor -seorang mahasiswi. Pas mobil suami mo belok kanan, tiba2 tu motor yg distel ngebut berniat nyalip seenaknya ke samping mobil, tapi karena mobil suami keburu mo belok, jadinya dia ngerem mendadak. Walhasil, terpentalah cewek tersebut menggelosor masuk kolong mobil! Untungnya mobil suami langsung berhenti saat motor mahasiswi itu mencium pantat mobil! Tu' mahasiswi cuma baret-baret di tangan dan kaki. Kemudian dia langsung telpon teman-temannya. Kejadian selanjutnya ini yang bikin suami kesel: saat teman-temannya datang, mereka (yang ga tau jelas kronologi peristiwa) langsung nunjuk2 suami saya dan minta ke orang-orang sekitar situ (salah satunya Satpam Apotek) agar menahan suami saya sambil bilang "tolong tahan orang ini Pak, dia udah nabrak teman saya!". Lah...miswa yang merasa ga nabrak jelas kesal donk? emang dia apaan pake ditahan? malah sebenarnya mobil suami saya yang ditabrak tu cewek dari samping ( buktinya bemper samping belakang mobil agak sompak). Orang-orang disekitar situ, yang lihat ada keributan langsung merubungi TKP...ada apa ini-ada apa ini? semua mata tertuju pada suami dengan pandangan seolah-olah: KAMU yang SAlah ya? Sementara itu, si Satpam yang diminta mereka untuk menahan suami saya -untungnya- cuma diam saja! mungkin karena dia merasa ga punya wewenang dan dia sendiri tau kejadian yang sebenarnya karena dari tadi dia ikut menyaksikan.
Saya yang datang ke lokasi setelah kejadian, mendengar cerita suami cuma bisa bersyukur. Untung saat itu massa tidak terprovokasi dengan himbauan para mahasiswa tadi! Coba, satu orang saja bilang 'pukul'! maka yang lain tanpa ba-bi-bu bisa saja main pukul! Penah dengarkan korban 'pencopetan' di kereta yang di lempar dari kereta? ini gara-gara si pencopet dan gerombolannya balik menuduh si korban sebagai 'pencopet'. Penumpang kereta lainnya yang gemas karena seringnya pencopet berkeliaran di kereta, bagaikan tersulut api segera menumpahkan amarahnya ke si korban! Mereka tidak tau bahwa yang mereka aniaya sebenarnya juga 'korban'. Seringkali korban tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Lalu harus bagaimana coba kalau saya jadi si korban? moga-moga jangan sampe deh!
susah ya Teh, menghakimi massa kayaknya udah jadi budaya di sini, kadang kalo lagi ngeliat siaran berita kriminal, kita ngeliat maling ayam,tukang copet ato maling apalah mukanya berdarah-darah, babak belur dihakimi massa, sadis...tapi mungkin itu juga wujud kekesalan orang2 disekitar...emm jadi ngebayangin gimana kalo yang di hakimi massa itu penjahat2 kelas atas..(eh malah nyampah..maapkeun)
ReplyDeletePenghakiman massa terkadang miris untuk dibayangkan jeng... Klo Jeng Popi katakan bahwa itu adalah akumulasi dr sebuah kekecewaan, mungkin ada benarnya juga. Yang pasti, penghakiman massa terkadang tidak memerlukan pembuktian.. shg kebenarannyapun tidak bisa dipertanggungjawabkan..
ReplyDeleteHmmm, semoga kita terhindar dari perilaku tsb, baik sbg pelaku maupun sbg korban... Amin...
iya , kenapa ya Popi, massa itu mudah banget tersulut marahnya, padahal belum tentu ngerti persis apa perkaranya?
ReplyDeletekayaknya massa sekarang kok gampang banget marah.. :(
alhamdulillah, sewaktu kejadian dgn suamimu, gak terjadi hal2 yg menyeramkan dikeroyok massa gituh.
salam
Ini salah satu bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadapa salah satu institusi (p****i) yg seharusnya mengayomi masyarakat ternyata kenyataannya lebih banyak mengayomi penjahat, memang miris :(
ReplyDeleteyah ngeri emang mbak ngadepi situasi spt itu, semoga kita smua dihindari dari fitnah..amin
ReplyDeletepas main bola antarkampung misalnya ya, saat kita (sebagai pemain)dikasih teriakan positif, bisa tu kita lupa tenaga yang udah abis dan semangat muncul kembali secara luar biasa.
ReplyDeletetapi sebaliknya, pas dapet ejekan, misalnya ada penonton teriak "ambil kanan aja, pemain nomor 13 nggak bisa apa-apa dia!" (nomor 13, wah, itu kan gue). ahh ampun, rasanya pengin lari keluar lapangan dan tidur di rumah aja.
intinya, dukungan/kontra dukungan dari luar, apalagi kolektif/komunal, memang bisa menjadi sesuatu yang luar biasa. perlu ati-ati untuk menghadapi semua itu.
main hakim adalah cermin ketidakpercayaan kepada para penegak hukum di negeri ini ...
ReplyDeletepengadilan jalanan
ReplyDeleteadalah bukti lemahnya penegakan hukum
manusia merasa bebas untuk menghakimi
lalu siapa yang harus berbenah?
salam sukses...
sedj
serem th yg begitu, gak di kasih kesempatan ..
ReplyDeletesalam :)