*Diambil di Google Search image |
Minggu pagi, kami sekeluarga dikejutkan dengan berita meninggalnya sodara jauhku. Dan yang bikin kami makin terkejut adalah sodara saya meninggal karena sakit gigi. Sakit gigi, penyakit biasa yang hampir semua orang pernah mengalaminya. Kedudukannya hampir sama dengan sakit flu.
Sakit gigi biasanya menyerang anak-anak, karena kebanyakan makan permen, coklat, tambah lagi pas mau tidur ga gosok gigi. Tapi orang dewasa pun banyak juga yang terserang. Banyak makan permen juga? entahlah.
Selama hidup saya sudah mengalami beberapa kali sakit gigi. Paling sering pas jaman SD. Gigi saya kiri kanan udah beberapa kali diprotol. Penyebabnya? yah itu, sering makan coklat dan jarang gosok gigi!
Jangan ditanya bagaimana rasanya sakit gigi. Tobat setobat-tobatnya! Dan keinginan tobat itu makin menjadi-jadi saat kita datang ke dokter, terus setelah diambil tindakan oleh dokter (spesialis gigi) lantas kita disodori kuitansi harus bayar sekian. Belum lagi perawatan terhadap gigi kita yang bermasalah ga cukup sekali dua kali.
Untungnya saat kecil dulu, biaya rumah sakit saya terjamin oleh karena keanggotaan almarhum Bapak yang seorang anggota TNI AD. Kebetulan rumah sakit saya itu milik AD pula. Jadi alhamdulilah, sakit gigi saya engga bikin cekot-cekot kantong orangtua.
Nah, terakhir sakit gigi, beberapa bulan lalu. Gigi saya yang dulu pernah ditambal, rupanya tambalannya udah mulai mengikis. Walhasil, terkelupasnya tambalan itu membuka lubang yang kalo kemasukan makanan bikin nyut-nyutan dan panas dingin.
Pertama saya datang ke dokter gigi di poliklinik kantor saya.
Dari awal pemeriksaan, perasaan saya udah ga enak. Dia tanpa ba-bi-bu langsung ambil tindakan: nge-bor, ngikir, terus teplak-teplok masukin semen ke gigi yang berlubang. Selesai tindakan, saya langsung nanya: Apakah ada obat nahan sakit? (mengingat setelah ditambal, kok gigi saya masih terasa sakit) Dokter bilang, 'tidak'. Lanjut, "kapan saya balik lagi, Dok?"..dijawabnya "ga usah!" Udah segitu aja?haiya...meragukan.
Dari awal pemeriksaan, perasaan saya udah ga enak. Dia tanpa ba-bi-bu langsung ambil tindakan: nge-bor, ngikir, terus teplak-teplok masukin semen ke gigi yang berlubang. Selesai tindakan, saya langsung nanya: Apakah ada obat nahan sakit? (mengingat setelah ditambal, kok gigi saya masih terasa sakit) Dokter bilang, 'tidak'. Lanjut, "kapan saya balik lagi, Dok?"..dijawabnya "ga usah!" Udah segitu aja?haiya...meragukan.
Dan terbukti, malamnya, gigi saya cekot2, ngilu, panas dingin ga karuan. Saya langsung ambil keputusan, kudu periksa lagi ke dokter gigi lain (bukan di poli kantor, maksudnya). Dokter gigi ini langganan kakak saya. Kata Kakak biayanya lumayan lebih murah dibanding dokter gigi lain. Udah gitu, dokternya ramah dan cantik pula.
Besoknya, sang dokter cantik langsung membongkar tambalan hasil kerja dokter Poli. Kenapa? menurutnya, gigi berlubang kalo lagi cekot-cekot ga boleh langsung ditambal, tapi kudu dirawat dulu 2-3 kali sampe cekot2nya berkurang. Kalo lagi cekot2 langsung ditambal, ibarat gunung yang mau meletus trus malah ditutup/disumpel pake batuan atau apalah, maka makin kenceng donk gejolak magma di dalamnya.
Begitulah, dengan perawatan intensif, akhirnya gigiku sembuh dan aman2 saja sampai sekarang. Perawatan yang baik emang berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan.
Rupanya, masalah biaya itulah yang menjadi biang kerok malasnya orang ke dokter gigi dan lebih milih ber'bengkak-bengkak' ria serta bercekot-cekot ria.
Begitu pula dengan almarhum sodara saya itu. Saya dan ibu menyesali, kenapa baru tau sekarang? Dan kenapa pula sodara saya itu engga bilang ke sodara2nya yang lain kalo dia sakit gigi dan butuh dana buat ke dokter gigi?
Menurut informasi, sodara saya itu sudah beberapa hari menderita sakit gigi. Rasa cekot-cekot giginya ditanggulangi dengan ramuan tradisional, minyak cengkih atau apalah, yang panas-panas. Dan yang lebih parah, rupanya dia mengambil 'tindakan bahaya' yaitu dengan mngurek-ngurek giginya entah dengan apa- yang jelas pasti benda ga steril. Benda itu menyebabkan dia terkena tetanus! Masyalloh...
Dan ternyata, kasus sakit gigi yang berujung tetanus itu ga cuma sekali itu saja. Ibuku cerita, dulu tetangga kami juga ada yang mengalami sakit gigi dan terkena tetanus. Gejalanya sama: sakit menelan, otot-otot rahang terasa nyeri dan kaku. Kalo terlambat ditangani bisa menyebabkan kematian. Seperti hanya sodara saya dan tetangga kami itu.
Jujur saja, dulu kalo lagi sakit gigi, saking keselnya saya juga suka iseng ngurek2 gigi. Saya penasaran, apa sih yang bikin cekot2 dalam gigi? ingin kucopot gigiku dan dibawa ke hadapan mikroskop untuk melihat kuman apa yang ada didalamnya?
Dan sekarang, apakah masih ada yang berani melawan sakit gigi? Tidak ada, kecuali Bang Meggy Z!
Dia bilang lebih baik sakit gigi, daripada sakit hati ... Masyalloh, saya mah ga mau dua-duanya!
Dia bilang lebih baik sakit gigi, daripada sakit hati ... Masyalloh, saya mah ga mau dua-duanya!