Friday, June 6, 2014

Sang Jenderal dan Jenderal Kancil

www.thejakartapost.com 

www.kompasiana.com
Gegap gempita pemilihan presiden tinggal 1 bulan lagi. Dimana-mana yang dibicarakan orang2 adalah capres ini capres itu. Bahkan kemarin pas pulang kantor, sopir angkotku begitu seru membicarakan salah satu capres dengan penumpang sebelahnya. Diskusi mereka lumayan serius dan sepertinya sang sopir benar2 mengikuti perkembangan sang capres; mulai dari masa lalu sang capres, hubungannya dengan mantan presiden yang terdahulu, dan mengenai perjanjian yang dikhianati. Luar biasa!
Saya cuma ijin nyimak. Obrolan mereka sangat mengasyikan. Sampai-sampai perjalanan dari kantor sampe depan komplek rumah yang biasanya membosankan -karena biasanya cuma saya satu-satunya penumpang yang duduk di belakang- kali ini terasa menyenangkan.

Capres tahun ini cuma 2. Maka tak heran pendukung terpecah menjadi 2 kubu. Kalo bukan yang ini, pasti yang itu. Kecuali yang apatis tentunya. Perkara siapa milih siapa memang terkait dengan selera, dan selera masing-masing orang berbeda, tidak bisa dipaksakan. Tak terkecuali di keluarga besar kami. Contoh kecil antara saya dan suami. Meski kami disatukan dalam cinta ..tapi kami berbeda selera untuk pilihan presiden. Ini namanya keanekaragaman.

Suami adalah penggemar berat Jokowi. Dia jatuh cinta sejak Jokowi terlihat serius menata Jakarta: gaya blusukannya dan sikap sederhananya. Jokowi itu bagaikan si kancil yang cerdik dan lincah. Maka saat Jokowi dicalonkan jadi Presiden, dia sangat setuju. Katanya, sudah lama kita tidak punya pemimpin yang merakyat dan sederhana. Terlihat begitu besar harapannya kepada Jokowi (moga2 saja kalo kelak Jokowi terpilih jadi presiden, tidak akan mengecewakannya..hehe). Saya juga sebenarnya suka cara kerja Pak Jokowi. Tapi saya lebih suka kalo Pak Jokowi fokus dulu menata Jakarta yang saat ini masih amburadul. Karena saya ingin Jakarta jadi kota yang asri dan santun seperti Solo.

Sementara itu, saya lebih memilih Prabowo untuk presiden. Tentu bukan karena saya anak militer jadi milih dia (Lagipula saya ga diundang dalam acara pertemuan Prabowo dengan putra putri TNI/Polri kemarin). Saya rasa negara ini masih butuh presiden yang tegas, berani, pantang dilecehkan negara asing. Bukan presiden yang gampang berkata 'yes sir', 'yes mam'. 
Dulu harapan ini saya sematkan ke presiden kita sekarang. Saya pikir karena beliau dari militer, pasti ada sikap2 seperti itu. Ternyata? silahkan menilai sendiri. Moga2 saja pilihan saya kali ini tidak salah.

Banyak yang bingung, kalo misalnya Prabowo jadi presiden siapa ibu negaranya? ya tidak usah ada ibu negara! Bukankah selama ini ibu negara (di negara lain, bukan negara sini) malah suka merepotkan? Atau kalo masih perlu ibu negara, kan masih ada ibu wakil presiden? gitu aja kok repot. Terus ada yang lebih ngebingungin lagi: Prabowo ngurus keluarganya aja ga bisa, apalagi ngurus negara? Kalo menurutku justru begini: seorang bapak yang perhatian dengan keluarga, maka keluarga adalah yang utama. Karena Prabowo bukan salah satu bapak itu, maka dia akan lebih fokus mengurus negara. Hehe...silahkan anda protes  :D

Kalo berdebat siapa capres yang paling bagus tentu ga akan ada habisnya. Kalo diteruskan berdebat malah bikin perang urat saraf. Masing-masing orang punya alasan sendiri untuk memilih. Seperti yang saya sebutkan di atas: ini masalah selera, tidak bisa dipaksa. Ingat saja: bagiku pilihanku, bagimu pilihanmu. Jadi ga heran kalo alasan2 saya di atas kenapa memilih Prabowo, tidak menggoyahkan suami untuk tetap cinta Jokowi. Suami bilang, negara ini tidak perlu Sang Jenderal. the Real jenderal. Cukup dipimpin oleh Jokowi: jenderal kancil yang cerdik dan lincah, yang merakyat dan dicintai rakyat. Ya, sudahlah, kataku; asal cintamu pada Jokowi tidak melebihi cintamu padaku saja. Hihihi...



catatan: 
Ya, ampun...kenapa saya jadi masuk ranah politik? saya bukan tim sukses salah satu capres loh..dan sama sekali tidak dibayar bikin artikel ini. Ini bukan kampanye, tapi lebih ke uneg-uneg ibu RT. No offense!