Friday, April 24, 2015

Simphony yang Indah

source: wikipedia
Kalo seringkali orang bilang bahwa hiduplah mengikuti kemana air mengalir (kayak jargon produk pipa ya?) atau ada juga yang bilang hidup mengikuti kemana angin bertiup, maka di film ini kamu bakal temukan seorang anak yang hidupnya mengikuti suara musik. Suara musik itu pertama kali dia temukan bukan dari instrumen musik. Tapi bersumber dari gesekan rerumputan yang ditiup angin, siulan sang polisi, bahkan lonceng angin yang gemerincing di atas jendela. Musiklah yang membimbing langkah kakinya hingga dia meninggalkan Panti Asuhan tempat dia dibuang oleh sang kakek -sesaat setelah kelahirannya. Kelak dengan keahliannya bermain musik pula yang mengantarkannya hingga bertemu kembali dengan kedua orangtuanya.

Saya nonton film ini sungguh tanpa sengaja. Biasanya film yang saya tonton adalah film yang sedang rame dibahas di bioskop. Tapi kali ini saya nonton film yang sepertinya malah ga pernah beredar di bioskop2 Indonesia. Pertama kali tertarik film ini karena judulnya mirip film "Premium Rush". Kupikir temanya sama juga tentang pekerja keras (saya paling suka film yang bercerita tentang pekerja keras, bisa memotivasi diri!). Setelah saya lihat review-nya di Commonsensemedia , ternyata temanya tentang cinta-kehilangan-keluarga.

Rasa ketertarikan saya untuk menonton film ini, utamanya karena ada unsur musik dalam film ini. Sebagai pencinta musik, rasanya kalo suatu film tanpa ada unsur musiknya serasa hambar. Film musikal terakhir yang saya tonton adalah "ANNIE". Ini film bagus banget. Film jadul yang diremark versi 2000-an. Lagunya pun diarransemen sedemikian rupa oleh Shia jadi lebih indah dan lincah.

Kembali ke film August Rush, film ini ceritanya sederhana saja, tapi 'kena' di hati dan rada sedih. Saya sempet berkaca2 dalam beberapa adegan. Dan adegan yang bikin saya terkesan adalah saat si anak dengan rasa penasaran menyentuh gitar untuk pertama kalinya. Terus dia takjub dengan bunyi denting yang muncul saat senar dipetik. Ngomong-ngomong soal petik gitar ini, ada satu adegan yang bagi saya terkesan agak impossible: saat si anak yang sama sekali belum pernah belajar musik (boro2 belajar, kenal pun kagak) mendadak langsung mahir memainkannya dengan cara unik -dipetik dan dipukul2 bak kecapi. Meski dimainkan dengan cara unik, tapi menghasilkan alunan musik cantik dan bikin orang2 sekelilingnya penasaran: siapakah yang main musik indah pas tengah malam?

Mungkin kepiawaian si anak tadi dinamakan bakat alam, mengingat sang ayah adalah penyanyi dan pemain musik bergenre pop, sementara sang ibu bergenre classic. Jadi sepertinya tanpa harus belajar, sang anak bisa dengan mudah mencari sendiri bagaimana cara memainkan alat musik. Dan bakatnya pun semakin terasah, saat sang anak dimasukan sekolah musik. Meski sebagai murid terkecil satu2nya di kelas- dia bisa menjadi komponis yang mengagumkan, mengalahkan yang lebih tua.

Film sederhana ini ditutup dengan alunan simphony yang indah. Siapa komposernya? si anak. Melalui sebuah konser kecil di taman, si anak berhasil menggerakan hati sang ayah di satu tempat, dan sang ibu di tempat lain untuk mencari-cari siapakah yang telah memainkan simphony yang indah itu.